07 Mei, 2014

Gagalnya Jokowi Effect Mendongkrak Suara PDIP


Saat ini berbagai media menyoroti gagalnya Jokowi Effect mendongkrak perolehan suara PDIP. Berikut ini adalah analisa Dewi Haroen, Dosen Psikologi Universitas Indonesia (UI) yang juga pakar personal branding dan penulis buku “Personal Branding, Kunci Kesuksesan Berkiprah di Dunia Politik”.

1. Berbagai lembaga survei yang sebelumnya berkoar bahwa pencapresan Jokowi akan membuat PDIP menang telak di Pileg dengan kisaran angka di atas 30% ternyata pepesan kosong belaka. Meski menjadi pemenang, PDIP hanya mampu meraih suara 19%, selaras dengan perkiraan hasil survei sebelum Jokowi resmi dideklarasikan menjadi capres PDIP. Bahkan partai-partai yang berbasis ideologi Islam yang sebelumnya diperkirakan akan tenggelam oleh ketokohan Jokowi, justru meraih hasil yang menggembirakan dengan kenaikan perolehan suara signifikan. Kondisi ini membuat banyak orang surprise.


2. Publik membandingkan dengan Prabowo Effect yang secara kasat mata hasilnya terlihat jauh lebih baik dibanding Jokowi Effect, di mana Gerindra yang pada pemilu 2009 hanya meraih 4,46% secara nasional, saat ini menurut quick count menempatai urutan ketiga dengan meraih suara di kisaran 11–12 %.

3. Mengapa bisa demikian? Dari berbagai analisa, ada kenyataan yang luput dari mata pengamat. Yaitu kejelian Prabowo Subianto untuk memilih orang-orang ahli komunikasi yang berada di barisan belakangnya. Pemilihan orang-orang yang tepat untuk memudahkan komunikasi antara media dengan dirinya merupakan kunci penting dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya.

4. Tim media dan komunikasi Prabowo terlihat bekerja maksimal melalui berbagai media termasuk sosial media yang dulunya dikuasai oleh Jokowi. Sehingga personal branding Prabowo sebagai pribadi yang bersikap tegas terhadap apapun, antikorupsi, jiwa sosialnya yang sangat tinggi, serta konsep ekonominya yang sangat jelas untuk memakmurkan rakyat yang kuat, secara terus menerus dikomunikasikan dengan baik dan konsisten kepada swing voters sampai hari H pencoblosan.


5. Rupanya hal ini yang tidak disadari oleh Jokowi dan tim pendukungnya dari PDIP. Bisa jadi mereka sama sekali tidak mempelajari bagaimana Jokowi berhasil dalam Pilkada DKI. Mereka merasa di atas angin karena menganggap Jokowi ‘media darling’ serta terbuai dengan hasil survei.

6. Tim pendukung Jokowi juga tidak terlihat melakukan upaya yang nyata sehingga pemilih tidak mendapat informasi yang cukup. Selain itu pada saat-saat akhir jelang kampanye mulai ada pergeseran persepsi masyarakat terhadap figur Jokowi yang disebut sebagai capres boneka dan figur yang selalu ‘manut’ pada Mega. Padahal situasi dan kondisi yang ‘rawan’ seharusnya disikapi dengan cerdas oleh tim ini, tapi kenyataannya tidak disadari oleh tim Jokowi sehingga pembiaran ini akhirya harus dibayar mahal dengan tidak efektifnya personal branding Jokowi terhadap PDIP di Pileg 2014 yang lalu.

Sumber:
http://www.berita57.com/view/detail_kabar/750

Tidak ada komentar: