25 September, 2016

Gubernur DKI dan Keputusan Seorang Mayor


Pada kesempatan terakhir dari batas waktu pendaftaran bagi calon gubernur DKI, muncul nama seorang Mayor lulusan Akademi Militer. Sebuah keputusan yang terlihat sebagai sebuah keputusan yang “last minute”.

Pada umumnya keputusan yang diketahui sebagai sebuah keputusan yang “last minute” pasti  ada sebabnya.  Mengapa baru atau harus muncul pada “last minute”?

Itu pula sebabnya maka sebuah keputusan yang muncul di “last-minute” akan mengundang banyak sekali pertanyaan yang menuntut jawaban.

Dan pada setiap pertanyaan yang menuntut jawaban, menjadi biasa sekali pula untuk munculnya sekian banyak komentar, tanggapan serta jawaban-jawaban dari pertanyaan tadi yang terkadang spekulatif sifatnya.

Dalam kepemimpinan militer banyak sekali diajarkan tentang keteladanan. Tidak hanya diajarkan sejak dari awal seseorang memasuki dinas ketentaraan, akan tetapi dapat dikatakan dalam hampir setiap kegiatan sehari-hari.


Contoh dan teladan
Maka, inti sari dari sebuah kepemimpinan di militer akan selalu bergumul dengan bagaimana mekanisme “memberi contoh” yang baik terlebih dahulu.

Sudah menjadi sebuah nilai yang universal bagi dunia militer di mana saja di permukaan bumi ini hal yang utama dan pertama yang diberikan kepada calon tentara adalah “memberi contoh” yang baik.

Sebuah langkah wajar sekali dan sangat logis bagi seseorang yang masuk ke bidang kehidupan baru adalah mulai sejak awal harus segera menyesuaikan diri tentang bagaimana harus bersikap.

Bagaimana menyesuaikan diri, itulah yang membutuhkan “contoh”.


Contoh yang baik yang diberikan pada saat paling dini tentu saja akan sia-sia bila tidak berlanjut pada kegiatan harian yang membentuk sebuah keteladanan.

Berangkat dari hal-hal yang sederhana sifatnya, belajar baris berbaris, belajar bagaimana melaksanakan penghormatan sebagai tentara, belajar cara berdiri sikap sempurna dan sikap istirahat dalam barisan.

Kesemua itu membutuhkan “contoh yang baik”, contoh yang seharusnya standar, contoh yang baku.


Selanjutnya dalam pendidikan dan latihan, terutama sekali pada awal-awal perjalanan karier seorang anggota militer, sulit sekali mengesampingkan faktor keteladanan dalam konteks kepemimpinan.

Dalam bahasa yang agak berbeda, namun memberikan pengertian yang sangat jelas tentang hal tersebut, Jenderal Colin Powell menguraikan intisari dari pengalaman panjangnya sebagai komandan dan atau panglima.

The most important thing I learned is that soldiers watch their leader do. You can give them classes and lecture them forever, but it is your personal example they will follow.

Kiranya menjadi jelas sekali bahwa seorang Mayor yang sudah banyak sekali dibekali tidak sedikit classes dan lecture bahkan sampai pada strata yang cukup tinggi, tetap saja dan ternyata Sang Mayor will follow personal example. Mengikuti jejak personel yang jadi contoh.


Militer yang sukses
Meski representasinya hanya sedikit, bagi para lulusan akademi militer, contoh tentang lulusan yang sukses dan populer adalah mereka yang menjadi politikus dan pengusaha.

Banyak sekali lulusan akademi militer yang tampil sebagai tokoh-tokoh penting, mulai dari presiden, menteri, dirjen, sekjen, gubernur, bupati dan lain sebagainya. Demikian pula dengan tokoh-tokoh besar yang muncul sebagai pengusaha yang sukses.

Dengan demikian fenomena gubernur DKI dan sebuah keputusan seorang berpangkat Mayor menjadi tidak begitu aneh sebagai sebuah gejala yang akan bergulir selanjutnya ke depan.

Sebuah fenomena yang will follow personal example, seperti dikatakan Colin Powell. Sebuah fenomena yang memang berujud gejala mengikuti keteladanan yang tampak terang benderang di depan mata mereka.

Robert Waldinger, seorang pendeta yang juga seorang psikiater dan analis psikologi, dalam penjelasan dari hasil penelitian tentang tujuan hidup seseorang yang telah berlangsung dua generasi, mengatakan, sudah menjadi tujuan hidup setiap orang untuk mencapai sukses.

Apa itu sukses? Ukurannya adalah menjadi seseorang yang populer selain untuk menjadi orang kaya.


Pemimpin sejati
Sebenarnya dalam teori kepemimpinan cukup banyak pula yang mengutarakan tentang apa dan siapa pemimpin sejati.

Diskusi mengenai pemimpin sejati, sayangnya sering berakhir pada beberapa kesimpulan yang kadang tidak mudah untuk dimengerti dengan baik.

Kerap disebut bahwa seorang pemimpin sejati adalah dia yang memiliki kepercayaan diri yang kokoh untuk berdiri sendiri, berani untuk mengambil keputusan-keputusan yang sulit dan mengandung risiko, sekaligus memiliki rasa kasih sayang dalam konteks peduli dengan kebutuhan orang lain.

Dikatakan pula, pemimpin juga tidaklah berujud seseorang yang selalu berusaha mengajukan dirinya untuk menjadi pemimpin, akan tetapi seseorang yang kualitas tampilan sosok dan karakter pribadinya terlihat menonjol sehingga banyak orang lain yang justru memintanya untuk menjadi pemimpin mereka.


Dia adalah sosok seorang dengan integritas yang terlihat menonjol dalam keseharian dibanding orang-orang lain di sekitarnya.

Pemimpin laksana seekor elang yang tidak pernah terbang berkelompok, tetapi terbang seorang diri sebagai pemberani, jauh dari kepura-puraan yang tentu saja kemudian hanya akan dapat dijumpai atau muncul pada saat-saat tertentu saja.

Lalu bagaimana kita bisa berharap untuk dapat melihat banyak generasi muda tentara Indonesia berkompetisi dengan sehat dan penuh antusias untuk menjadi jenderal, laksamana dan marsekal.

Memberikan banyak pelajaran kepada para perwira tentang perang dan peperangan, tentang strategi dan taktik militer, tentang semua hal yang merupakan tugas pokok sebuah organisasi yang memang didesain untuk perang adalah sangat penting dalam pembinaan perwira.


Mungkin tidak cukup hanya diberikan pada sekolah staf dan komando saja, tetapi kebiasaan mempelajari, membahas dan mendiskusikan semua aspek tentang perang-perang yang pernah terjadi, seharusnya lebih diberikan kesempatan pada seluruh perwira.

Mempelajari apa yang diperbuat oleh para panglima-panglima perang kenamaan yang sukses memenangkan perang harus dapat disajikan dengan menarik kepada para calon komandan dan panglima.

Membaca literatur dari para suhu dan jagoan perang juga akan sangat bermanfaat dalam keseluruhan pembinaan perwira militer.

Kesemua itu dapat sedikit banyak membantu turut membentuk karakter perwira sebagai ksatria penjaga bangsa dan ibu Pertiwi yang tidak mudah tergoda dengan sekedar popularitas dan kekayaan.


Napoleon Bonaparte bahkan menyerukannya dengan spesifik, “Read over and over again the campaigns of Alexander, Hannibal, Caesar, Gustavus, Turenne, Eugene and Frederic…..this is the only way to become a great general and master the secrets of the arts of war.

Saya menerjemahkan dengan bebas, baca, baca dan bacalah lagi! Sayangnya, membaca adalah justru kelemahan terbesar dari banyak para perwira kita.

Negeri ini membutuhkan tentara sejati, anak-anak muda pemberani, para perwira ksatria yang senantiasa siap mengabdikan dirinya kepada negara dan bangsa yang dicintainya dan tidak kenal menyerah.

Berpulang juga tanggung jawab ini kepada kita semua untuk saling bahu membahu agar negeri ini dapat menghasilkan para perwira sejati yang tidak mudah tergoda kepada hal-hal selain bagi kejayaan Indonesia.

Chappy Hakim
Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia 2002-2005,
Ketua Tim Nasional Evaluasi Keselamatan Keamanan Transportasi 2007,
Juga seorang penulis buku
KOMPAS, 24 September 2016