10 Februari, 2019

Menyongsong Wartawan dan Pers Masa Depan


Teknologi 4.0 telah mengubah manusia dalam mengonsumsi media. Informasi yang berlimpah kini serba gratis bagi siapa pun.

Ribuan media cetak di berbagai negara di dunia banyak yang gulung tikar. Saat ini hampir semua informasi dan berita bisa dilihat dan diunduh gratis dari situs atau portal berita yang ada di gawai yang ada di genggaman tangan. Jutaan berita dan informasi setiap hari menyusup masuk ke media sosial (medsos) dan menyebar dari satu grup media sosial ke grup yang lain.

Media pers kini sedang memasuki ambang transisi akibat kemajuan teknologi digital. Yang tak berhasil mengatasi tantangan, namanya hanya akan tercatat sebagai bagian dari sejarah pers Indonesia. Media cetak banyak yang tak bisa terbit lagi karena kesulitan pendanaan, tingginya biaya produksi, merosotnya tiras penjualan.


Di sisi lain, banyak di antara pemimpin dan pejabat tak lagi bicara dengan para pemimpin redaksi. Mereka memilih langsung bicara dengan publik melalui medsos. Alhasil, media dan wartawan seperti mengalami disorientasi. Mereka justru sibuk membuat ulasan tentang video blog (vlog) para pejabat yang diunggah di medsos atau di Youtube. Pers sepertinya kehilangan peran sebagai jembatan informasi antara pejabat dan rakyatnya. Topik perbincangan warganet di medsos yang viral kini menjadi bahan liputan atau acara di televisi.

Jangan kaget apabila banyak pejabat sibuk mengomentari cuitan, status, meme atau hal lain yang jadi perbincangan di medsos. Bahkan, ada yang membentuk tim analis untuk melihat dan meneliti komentar yang viral di medsos. Lengkap dengan tim buzzer untuk membalas tudingan-tudingan miring dan negatif di medsos. Tanpa disadari agenda-agenda penting para pembuat keputusan lebih banyak merespons dunia medsos yang sebenarnya dipenuhi akun palsu dan orang-orang iseng.

Media cetak, radio, dan televisi kini seperti sebuah bisnis senja kala. Banyak orang menilai media konvensional ini sedang memasuki era sandyakalaning yang bukan tak mungkin sedang menyongsong kematian. Demikian pula radio dan siaran televisi analog yang ada saat ini. Kemajuan akibat perubahan teknologi digital telah mengubah wajah pers. Bukan hanya tampilan dan model jurnalisme, tetapi juga cara distribusi, promosi, pemasangan iklan, model sirkulasi dan berlangganan. Media tengah dihadapkan tantangan peradaban teknologi 4.0.


Kemajuan teknologi juga menantang perusahaan pers merekrut para wartawan profesional yang memahami teknologi dan model jurnalisme yang mengarah pada konvergensi dan multiplatform. Saat ini di Indonesia terdapat puluhan ribu media siber (online) yang bukan hanya berpusat di ibu kota provinsi, tetapi juga menyebar masuk ke kabupaten dan kota. Bahkan, tempat yang bisa dikatakan masih belum berkembang ekonominya dan pendapatan asli daerah (PAD)-nya sangat kecil.

Media-media yang didirikan secara sederhana dan tak memenuhi standar ini memperebutkan dana APBD melalui kerja sama dan iklan dari pemda. Kerja sama dengan media-media yang status perusahaannya tak jelas ini kerap menjadi sumber praktik korupsi. Dalam situasi ini upaya peningkatan profesionalitas wartawan melalui uji kompetensi dan sertifikasi wartawan jadi hal yang penting. Juga verifikasi perusahaan pers. Uji kompetensi wartawan berguna untuk meningkatkan mutu produk pemberitaan dan menjadikan perusahaan pers memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang benar dan terverifikasi.


Masa depan pers Indonesia
Pers Indonesia, apapun jenis dan platform-nya, seharusnya adalah bagian dari idealisme wartawan Indonesia yang lahir sebagai bagian dari perjuangan membentuk dan menjaga negara-bangsa (nation-state) Indonesia. Platform media mungkin akan mengalami perubahan, tetapi jurnalisme akan tetap terus abadi. Tugas para wartawan dan media yang ada saat ini adalah merawat kebangsaan kita, termasuk dengan menyampaikan kritik dan pandangan-pandangan pers yang independen.

Di tengah banjir informasi dan ketergantungan publik pada medsos, pers harus bisa menjadi clearing house, tempat orang mengecek informasi yang benar. Media dan para wartawan yang kredibel semestinya bisa lebih beradaptasi dengan kemajuan teknologi informasi untuk menciptakan dan memfasilitasi berbagai pekerjaan baru. Selain untuk kepentingan memajukan ekonomi perusahaan juga bisa digunakan untuk kepentingan banyak orang.

Melalui berita dan liputan yang dibuat, pers bisa ikut meningkatkan, serta mendorong tumbuhnya bisnis pariwisata, kuliner, dan UKM. Produksi dan pengelolaan biaya bisa saling dikoneksikan sehingga meningkatkan daya jual dan memberikan keuntungan ke masyarakat lokal. Liputan media harus diarahkan untuk mendorong kemampuan inovasi lokal.


Tugas setiap media mengembangkan visi misi yang futuristik dan bisa melampaui zaman. Pada era transisi menuju Teknologi 4.0 ini pers harus bisa bertransformasi dari penadah iklan menjadi pengembang iklan. Saat ini masih ada banyak media yang didirikan hanya untuk menarik jatah dana APBD dari pemda-pemda. Media semestinya berpikir bahwa liputan yang inovatif, termasuk memperkuat ekonomi kerakyatan berbasis digital, pada gilirannya justru akan menumbuhkan ekonomi media juga.

Tugas pers saat ini adalah mengubah diri secara total dari yang semula mengarahkan corong mikrofon dan lensa kamera kepada elite politik dan ingar-bingar isu yang Jakarta-sentris (pusat-sentris), menjadi meliput tentang potensi ekonomi daerah, keunggulan potensi wisata sebuah daerah, kelezatan kuliner di sebuah daerah, dan lain-lain. Jika ini dilakukan, pers Indonesia bukan saja akan terus eksis, melainkan juga telah dan akan ikut berjasa membangun ekonomi yang kokoh dan mendorong penyerapan tenaga kerja. Selamat Hari Pers Nasional 2019.

Yosep Adi Prasetyo,
Ketua Dewan Pers
KOMPAS, 9 Februari 2019


Peran Pers di Tengah Perubahan

Masyarakat pers Indonesia kembali merayakan Hari Pers Nasional, hari ini (9/2/2019), dengan sejumlah perubahan besar yang menggugat makna media.

Tantangan terbesar media konvensional —koran, televisi, dan radio— adalah bagaimana agar tetap relevan di tengah banjir informasi yang tersebar secara digital. Kehadiran media digital telah membuat informasi hadir tanpa batas dan dapat diakses dengan bebas. Hal lain adalah kehadiran berbagai aplikasi media sosial yang lahir bersamaan dengan telepon pintar. Teknologi tersebut semakin memudahkan setiap orang menyebarkan pendapat dan informasi dengan bebas. Sempat lahir istilah jurnalisme warga, setiap orang dapat menghadirkan informasi berdasarkan fakta di dekatnya.

Pada sisi lain, teknologi digital juga turut mempercepat menyebarnya fenomena post truth: tarikan emosi dan keyakinan pribadi lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan fakta obyektif. Terkadang opini pribadi bahkan menjadi lebih lantang daripada fakta dan mempertanyakan opini tersebut dianggap menyerang pribadi.


Pers di mana-mana di dunia mencoba merespons perubahan tersebut. Media konvensional meluaskan medium penyampaian beritanya ke platform digital. Seperti disebutkan Marshall McLuhan, ilmuwan komunikasi, setiap medium membawa pesannya sendiri dan isi suatu medium adalah medium yang lain. Isi atau konten media cetak, misalnya, adalah kata-kata tertulis dan isi dari kata-kata tertulis adalah hasil suatu proses berpikir yang dituangkan secara nonverbal.

Dengan mengikuti logika tersebut, media konvensional dan media digital memiliki tempatnya sendiri sebagai medium penyampai pesan atau isi. Sebagian orang menganggap media konvensional, koran terutama, belum tergantikan dalam menyampaikan pesan karena sifatnya yang memiliki kedalaman, menyajikan informasi secara lengkap, dan sudah melakukan uji terhadap kebenaran pada fakta yang disajikan. Sedangkan media digital, yang karena sifat mediumnya, mendahulukan informasi dengan cepat, pendek, dan sekilas-lintas agar segera tahu fakta yang terjadi.


Masyarakat tetap mengharapkan pers memenuhi panggilan tugas profesinya, yaitu menyajikan informasi yang dapat dipercaya. Informasi yang digali lengkap dari lapangan lalu menemukan dan mengemukakan fakta obyektif, memberikan makna dalam kerangka editorial, serta tidak hanyut dalam informasi yang diciptakan.

Masyarakat menginginkan media melakukan fungsi edukasi, menjelaskan duduk soal, konteks, perspektif tentang isu-isu penting, membantu audiens mengambil keputusan tentang hidup yang baik. Media juga dituntut tetap independen serta menjaga etika jurnalistik dan nilai-nilai kemanusiaan.

Peringatan Hari Pers Nasional tahun ini bertema “Pers Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital”. Ke depan kita menghadapi era dengan berbagai kemungkinan yang dibawa teknologi digital. Untuk kasus Indonesia, media konvensional dan media digital harus saling bersinergi agar tetap relevan menjalankan perannya untuk ikut serta menguatkan ekonomi kerakyatan demi mencapai masyarakat adil dan makmur.

Tajuk Rencana Kompas
KOMPAS, 9 Februari 2019

Tidak ada komentar: