27 Februari, 2018

Trump Menanam Bom Waktu


Dengan tetap akan memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Jerusalem, Presiden AS Donald Trump ibarat kata, telah menanam bom waktu yang siap meledak.

Menurut rencana, Amerika Serikat akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Jerusalem pada tanggal 14 Mei 2018 mendatang. Dan pada bulan Mei itu, Israel juga akan memperingati hari ulang tahun ke-70 kemerdekaannya. Walaupun Kemerdekaan Israel, yang dalam bahasa Yahudi disebut Yom Ha'atzmaut, menurut kalender Israel sebenarnya jatuh pada tanggal 18 April.

Padahal, tanggal 15 Mei, rakyat Palestina akan memperingati 70 tahun hari Nakbah, hari bencana, hari kehancuran. Karena setelah Israel merdeka, terjadi perang Arab-Israel. Dan pada saat itu, ratusan ribu orang Palestina diusir oleh Israel keluar dari kampung halaman dan tanah mereka.


Bukan tidak mungkin keputusan memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Jerusalem itu akan memprovokasi perasaan ketidaksukaan negara-negara Arab dan banyak negara lain yang sejak semula menentang pemindahan kedutaan besar tersebut. Trump pada 6 Desember lalu telah menyatakan akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Jerusalem sekaligus mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.

Ketika itu, Trump mengatakan hanya menjalankan keputusan Kongres yang diambil pada 1995. Ketika itu, Kongres memberikan batas waktu bahwa pemindahan harus dilaksanakan sebelum 21 Mei 1999. Akan tetapi, tak satu presiden AS pun, sejak 1999 hingga Januari 2017, yakni dari George HW Bush, Bill Clinton, George W Bush, hingga Barack Obama, yang melaksanakan keputusan Kongres itu.

Trump, yang pada masa kampanyenya berjanji akan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Jerusalem, akan melaksanakan keputusan Kongres itu. Keputusan Trump tersebut memancing reaksi dari banyak negara, termasuk dari negara-negara sekutu di Eropa dan Timur Tengah. Sikap Indonesia pun sangat jelas dan tegas: menentang serta mengecam keras keputusan Trump.


Kini, keputusan tersebut hendak sungguh dilaksanakan. Ia ingin menunjukkan bukan semata-mata memenuhi janji kampanye, melainkan lebih ingin memperlihatkan bahwa dia berkuasa; bahwa dia seorang presiden yang sangat berkuasa dan karena itu bisa bertindak apa pun sesuai dengan maunya. Akan tetapi, tindakan Trump tersebut menegaskan pula bahwa ia tidak peduli terhadap sikap penentangan yang diteriakkan oleh hampir seluruh bangsa di dunia.

Trump telah menutup mata dan hatinya serta hanya mementingkan maunya sendiri. Selain itu, ia juga tidak mempertimbangkan akibat buruk dari keputusannya tersebut, yakni akan menghambat proses perdamaian.

Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa keputusan Trump itu, apalagi bila nantinya benar-benar dilaksanakan, akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Akibat ledakan tersebut akan dirasakan oleh banyak negara, termasuk AS.

Akibat selanjutnya adalah perdamaian akan semakin jauh tercipta tidak hanya di kawasan Timur Tengah, tetapi juga di seluruh dunia.

Tajuk Rencana
KOMPAS, 26 Februari 2018

Tidak ada komentar: