2. Aku ucapkan selamat kepada rakyat Jakarta yang memiliki Ahok dan Anies, juga kepada bangsa Indonesia yang memiliki Jokowi, Prabowo, Habib Rizieq, Gatot Nurmantyo, Ibu Begawan Megawati dan banyak lagi. Saudara-saudaraku hidup dengan pikiran mantap, hati tenang, mental tangguh dan tekad baja —karena serasa dipimpin langsung oleh “Nabi” mereka, dalam mengabdi kepada Ibu Pertiwi dan Bangsa Indonesia.
4. Tetapi aku bergembira saudara-saudaraku punya idola yang dikagumi dan tokoh yang ditakdzimi. Betapa bersinar hati bangsaku yang berpegangan pada Latta hari ini dan Uzza di masa depan. Siapapun pemimpin mereka hari ini, kemarin atau esok lusa, semua adalah representasi kuasa Tuhan buat rakyat Indonesia. Sebab tak ada yang ber-tajalli dan memanifestasi kecuali Dia. Itulah sebabnya hakekat itu dipasang sebagai Sila Pertama, meskipun tak perlu dipersoalkan dari mana pencipta Pancasila dulu kok bisa tahu bahwa Tuhan itu Maha Esa.
6. Aku turut berbahagia karena saudara-saudaraku aman sandaran dan harapan masa depannya. Aman hartanya dari korupsi, aman martabatnya dari penghinaan, dan aman nyawanya dari pembunuhan. Bahkan sinar cakrawala Demokrasi membuat siapa saja bisa menjadi apa saja. Setiap warga bisa menyiapkan biaya, persiapan jenis mental tertentu, serta mengemis kendaraan (politik), untuk berjuang menjadi Presiden, Menteri, Gubernur, Penguasa atau apapun. Sementara aku adalah penakut yang berjuang menjadi diri sendiripun belum pernah jelas hasilnya. Nabiku bilang “kalau engkau yang berinisiatif menjadi pemimpin, Allah tidak akan melindungimu dan tidak akan membantu mempertanggungjawabkan langkah-langkahmu”.
8. Maha Esa Tuhan yang telah memperkenalkan bangsaku meneguhkan Bhinneka Tunggal Ika, pengakuan dan penerimaan bersama atas siapa saja penghuni Negeri Nusantara. Aku merasa aman, karena pasti termasuk di dalamnya, meskipun andaikan aku memeluk Agama yang tidak begitu disukai. Atau aku tidak sama dengan siapapun. Atau tidak bertempat tinggal di koordinat nilai manapun. Bahkan aku dilindungi oleh Bhinneka Tunggal Ika meskipun andaikan aku hanya seonggok batu, sehelai daun, setetes embun, Jin, Setan, Hantu, air ataupun angin.
10. Hatiku berbinar-benar menyaksikan saudara-saudaraku hidup kokoh dengan kebenarannya masing-masing. Sementara aku mengalami Bumi adalah suatu tempat di mana kebenaran kabur wajahnya. Dunia adalah suatu bangunan kimia nilai-nilai di mana kebenaran bisa berwajah kebatilan, dan kebatilan sangat mudah menyamar tampil sebagai kebenaran. Di Dunia ini Sorga seseorang adalah Neraka bagi lainnya, sehingga batal fungsinya sebagai Sorga. Maka tak pernah berani aku mensorgakan diriku, karena khawatir menerakakan orang lainnya. Yang berani kulakukan hanyalah sedikit mencipratkan komponen-komponen kecil yang membuat orang di sekitarku merasakan Sorga Dunia dan bergerak menuju Sorga Sejati.
12. Aku persembahkan seribu lilin cinta kepada bangsa Indonesia di seluruh Nusantara. Aku sangat mencintai kalian, bukan sekedar cinta. Cinta hanya kondisi batin, tetapi Mencintai adalah komitmen, pembuktian dalam kerja, serta ketulusan dan kesetiaan. Jika kalian bergembira, aku meneteskan airmata bahagia. Apabila kalian menderita, sangat berat menusuk hatiku dan seluruh jiwaku dipenuhi rasa tidak tega. Sedemikian tunainya cintaku kepadamu, sehingga jika kalian sakit, aku tak berani mengemukakannya, sebab khawatir membuatmu lebih terluka.
Muhammad Ainun Nadjib
Tajuk CakNun.com
Yogyakarta, 19 Mei 2017