Forum konferensi dihadiri sekitar 7.000 delegasi pemuda dan pemudi dari 196 negara di muka bumi ini. Sophia menjadi salah satu pembicara dalam forum konferensi pemuda tersebut.
Sophia bisa berbicara dengan fasih dan menjawab pertanyaan para hadirin dengan tangkas dan tepat. Ia pun bisa bergerak dengan lincah yang semakin memukau para penonton dalam forum konferensi itu. Kisah Sophia segera menjadi isu dan ulasan menarik berhari-hari di berbagai media Mesir.
Akan tetapi, tulis al-Kayed, fenomena Sophia sudah menjadi kenyataan yang akan menjadi bagian kehidupan manusia, cepat atau lambat. Siapakah Sophia?
Alkisah, Sophia adalah manusia robotik yang sengaja didatangkan ke forum pemuda internasional di kota Sharm el-Sheikh dan dipertontonkan di depan pemuda Arab dan asing agar mereka segera sadar bahwa era kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sudah di depan mata.
Sophia adalah robot buatan pabrikan Hanson Robotics yang berbasis di Hong Kong. Manusia robot Sophia dirancang dengan segala teknologi canggihnya oleh David Hanson yang merupakan pendiri Hanson Robotics. Robot Sophia juga pernah berkunjung ke Indonesia.
Abdel Munim Said memuji forum konferensi pemuda di Sharm el-Sheikh yang sukses menghadirkan Sophia dan diharapkan menjadi titik balik para pemuda Arab dan bangsa lain untuk semakin bertekad menguasai teknologi, terutama teknologi kecerdasan buatan.
Menurut Said, teknologi kecerdasan buatan adalah teknologi saat ini dan masa depan yang akan mempengaruhi cara hidup manusia secara signifikan.
Adapun Pemerintah Mesir secara khusus ingin memberi pesan kepada para pemuda Arab melalui kehadiran Sophia dalam forum pemuda internasional itu agar mereka segera bangkit untuk meraih dan menguasai teknologi jika mereka tidak ingin digilas zaman. Para pemuda Arab hendaknya melek terhadap kemajuan yang dicapai bangsa lain dengan representasi fenomena lahirnya Sophia itu.
Napoleon Bonaparte di atas kuda berhadap-hadapan dengan patung Sphinx.
Bahkan, beberapa pengamat di Mesir melukiskan, sejarah kini berulang kembali di Mesir dan dunia Arab. Pengamat tersebut membandingkan kehadiran Sophia di Mesir tahun 2019 itu dengan datangnya Napoleon Bonaparte di Mesir pada tahun 1798 yang lalu, sehingga menyebut sejarah berulang kembali.
Kedatangan pemimpin ekspedisi Perancis, Napoleon Bonaparte, dengan membawa bala tentara dan ilmuwan ke Mesir tahun 1798 membuat terperangah penguasa dan rakyat Mesir saat itu. Penguasa dan rakyat Mesir terkesima melihat kemajuan teknologi militer ataupun sipil yang dibawa Napoleon.
Tim ilmuwan Perancis saat itu disebut untuk pertama kalinya memperkenalkan teknologi pertanian dan percetakan kepada rakyat Mesir. Perancis berharap, Mesir yang kaya ilmuwan dan kaya lahan subur berkat Sungai Nil bisa terpikat dengan teknologi pertanian dan percetakan Perancis. Peralatan militer canggih bala tentara Napoleon juga dipertontonkan di jalanan kota Alexandria dan Kairo.
Pamer kemajuan teknologi Perancis saat itu membuat sadar penguasa dan rakyat Mesir bahwa mereka adalah bangsa yang telah tertinggal jauh dari bangsa Eropa yang sudah sangat maju.
Setelah beberapa abad dari ekspedisi Napoleon itu, kini rakyat Mesir dan dunia Arab kembali terkesima dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan yang direpresentasikan melalui kehadiran Sophia di kota Sharm el-Sheikh.
Presiden Mesir saat ini, Abdel Fatah el-Sisi, dan pemimpin Arab lain tentu akan memiliki pekerjaan rumah besar untuk bisa mengikuti jejak penguasa Mesir Muhammad Ali Pasha pada awal abad ke-19 dengan segera melakukan modernisasi. Apalagi, Sisi adalah inisiator dan mengontrol langsung jalannya forum konferensi pemuda internasional itu.
Rekomendasi dari forum konferensi pemuda itu, terlihat memang ada tekad dari Sisi agar Mesir segera bersentuhan dan memasuki era kecerdasan buatan. Di antara rekomendasi itu, agar segera dimulai proses pembangunan pusat regional untuk proyek penerapan teknologi kecerdasan buatan yang akan bermarkas di Mesir.
Presiden Mesir itu menegaskan, masa depan Mesir untuk bisa bersaing dengan negara-negara lain akan tergantung sejauh mana pemuda Mesir bisa menguasai teknologi modern.
Sisi juga mengungkapkan, Mesir akan segera memiliki ibu kota baru (sekitar 60 kilometer arah timur kota Kairo), yang akan menerapkan teknologi kota cerdas (smart city) dan akan menjadi titik balik peradaban di Mesir. Dijadwalkan kantor-kantor pemerintah akan pindah ke ibu kota baru itu secara bertahap mulai Juni 2020.
Mesir diharapkan kembali menjadi lokomotif pembaruan di dunia Arab saat ini, seperti halnya peran Mesir yang memimpin gerakan pembaruan Arab pada abad ke-19.
Musthafa Abd Rahman,
Wartawan Senior Kompas
KOMPAS, 3 Januari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar